
Perkembangan teknologi di bidang industri, mempunyai risiko terhadap kesehatan pekerja yang bisa berakibat kepada penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disebabkan oleh peralatan kerja, bahan kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Salah satu penyakit yang bisa ditimbulkan oleh karena pekerjaan adalah Sindroma Terowongan Karpal ( Carpal Tunnel Syndrome/CTS ).
Sindroma Terowongan Karpal/STK merupakan salah satu jenis kelainan trauma yang bersifat akumulasi atau istilahnya adalah Cummulative Trauma Disorders (CTD). Penyakit ini disebabkan terjebaknya nervus medianus dalam terowongan karpal, dengan gejala nyeri, kesemutan, dan kebas (mati rasa) di daerah jari-jari tangan, pergelangan tangan dan tangan yang dipersarafi oleh nervus medianus.
Banyak penelitian melaporkan bahwa STK adalah salah satu dari 3 jenis penyakit tersering di dalam golongan CTD dengan prevalensi sebesar 40%, sedangkan CTD merupakan penyebab lebih dari 50% penyakit akibat kerja pada ekstremitas bagian atas. Untuk pekerjaan berisiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan dilaporkan prevalensi sekitar 5 – 15%.
Penyakit STK paling cepat menimbulkan kelainan pada pekerja, berupa gangguan yang selain menimbulkan nyeri, dapat pula membatasi fungsi-fungsi pergelangan tangan dan tangan sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Bagi pekerjaan yang menggunakan ketrampilan dan kekuatan tangan, penyakit ini akan menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan kerja. Di pihak perusahaan juga menimbulkan kerugian akibat menurunnya produktivitas dan pengeluaran biaya pengobatan serta pembayaran ganti rugi karena kecacatan pekerja.
Dengan jumlah industri dan pekerjaan yang menggunakan tangan sangat besar di Indonesia, maka potensi kemungkinan terjadinya penyakit ini cukup besar, yang seringkali tidak terdeteksi karena pekerja sendiri tidak merasakan sebagai suatu keluhan yang berarti. Pada saat pemeriksaan berkala sering pula terlewatkan karena sebelumnya tidak dilakukan penilaian lingkungan kerja dan alat kerja terlebih dahulu.
Pemantauan, dan pemeriksaan kesehatan pekerja baik klinis dan non klinis yang bersifat okupasi akan lebih baik dalam memberikan pemahaman kepada manajemen perusahaan termasuk pihak K3 untuk dapat mendeteksi dan menatalaksana lebih dini bagi pekerja yang membutuhkan dan melakukan kegiatan pencegahan terhadap kasus STK ini, sehingga pekerja merasa aman dan nyaman selain itu produktivitas perusahaan juga tetap terjaga dan pengeluaran biaya kesehatan yang tidak perlu dapat dikurangi.
No comment yet, add your voice below!