“IVUS dan OCT, Prosedur Penanganan Sumbatan Jantung Bertaraf Internasional”

IVUS dan OCT, Suatu Keharusan Dalam Prosedur Penanganan Sumbatan Jantung Bertaraf Internasional


IVUS OCT

Penyakit Jantung, khususnya jantung koroner masih menempati penyebab kematian tertinggi dibandingkan dengan penyakit lainnya. Saat ini, teknologi dalam mengatasi sumbatan jantung sudah semakin canggih sehingga angka kesakitan dan kematian akibat sumbatan jantung dapat ditekan sekecil mungkin. Salah satu kemajuan teknologi dalam bidang intervensi jantung koroner adalah dengan hadirnya kedua alat, yakni IVUS (IntraVascular UltraSound) dan OCT (Optical Coherence Tomography).

Dalam beberapa tahun terakhir, pusat-pusat pelayanan jantung ternama di dunia telah menggunakan IVUS dan OCT dalam prosedur tindakan intervensi, salah satunya di Korea Selatan dan Jepang, dimana pemakaian IVUS/OCT sudah diwajibkan dalam semua tindakan intervensi yang dilakukan, sehingga dapat memberikan hasil optimal.

Kegunaan IVUS dan OCT:

  1. IVUS dan OCT dapat menentukan komposisi sumbatan jantung secara detail dan akurat. Misalnya jika ada perkapuran yang derajatnya berat, maka harus dilakukan pengikisan terlebih dahulu dengan alat khusus sejenis “Bor” (Rotablator atau Orbital Atherectomy) sebelum dilakukan pemasangan stent, karena jika pemasangan stent dilakukan pada sumbatan yang penuh kapur, maka dapat mengakibatkan dampak buruk, yaitu terjadinya sumbatan kembali di dalam stent yang sudah dipasang (In Stent Restenosis/ISR) hingga terjadinya penggumpalan darah di dalam stent yang disebut thrombosis. Selain itu, sumbatan berkapur berat yang dipasang stent akan sulit diperbaiki dikemudian harinya. Kondisi ISR ini sangat mengkhawatirkan, karena  pasien dapat terkena serangan jantung di kemudian hari hingga mengakibatkan kematian.
  2. IVUS dan OCT dapat secara akurat menentukan ukuran diameter dan panjang stent yang akan dipasang dengan bantuan Artificial Intelligence (AI). Salah satu faktor penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya ISR adalah karena kesalahan operator (dokter) dalam menentukan ukuran diameter stent yang akan dipasang (ukurannya kekecilan/ under expansion). Hal lain adalah pemasangan stent yang terlalu pendek, sehingga menyebabkan masih adanya bagian sumbatan yang belum tercover atau biasa disebut dengan “Geographic Miss”. Jika terjadi komplikasi seperti sobekan “Edge Dissection” atau perdarahan “Subintimal-Hematoma” atau terbentuk gumpalan “Thrombosis” dapat diperbaiki sebelum tindakan dinyatakan selesai dengan penggunaan IVUS dan OCT.
  3. Pada kasus-kasus penanganan ISR, penggunaan IVUS dan OCT menjadi suatu keharusan. Saat ini angka kejadian ISR di Pusat Layanan Jantung Bethsaida Hospital tergolong sangat rendah, yakni sekitar 5% (pada umumnya 20%) dan dengan hadirnya IVUS/OCT di Bethsaida Hospital, maka angka kejadian restenosis bisa ditekan hingga <2% (menjadi terkecil di dunia).
  4. Penggunaan IVUS/OCT untuk menentukan apakah perlu atau tidaknya dilakukan intervensi pada sumbatan dalam kategori intermediate (40-70% pada kateterisasi) sudah menjadi panduan di berbagai pusat layanan jantung yang terkemuka.
  5. Penggunaan IVUS untuk mengurangi kebutuhan contrast pada saat intervensi untuk pasien penderita kelainan ginjal juga sudah menjadi keharusan saat ini. Hal ini sudah banyak dipublikasikan keberhasilannya dalam mencegah terjadinya “Contrast Induced Nephropathy” pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, sehingga intervensi dapat dilakukan dengan aman.

Kelima hal ini jelas tidak dapat dilakukan hanya dengan alat kateterisasi standard, oleh karena itu berbagai pusat layanan jantung di seluruh dunia mulai berlomba-lomba dalam mempublikasikan keunggulan perawatan menggunakan teknologi IVUS/OCT.

American College of Cardiology (ACC) dan European Society of Cardiology (ESC) telah menempatkan IVUS/ OCT sebagai himbauan untuk semua tindakan intervensi yang dilakukan di dalam guidelinenya. Tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang IVUS dan OCT akan menjadi suatu alat keharusan (Class 1 Indication) untuk setiap tindakan intervensi. Pusat Layanan Jantung Intervensi Bethsaida Hospital, dikepalai oleh Dr. Dasaad Mulijono, dokter lulusan Suma Cum Laude dari Universitas Indonesia dan juga   lulusan subspesialisasi jantung intervensi dari Australia, sekaligus pendiri dari Life Style Cardiac Prevention Program optimis bahwa dengan adanya IVUS/OCT maka Bethsaida Hospital akan siap memberikan pelayanan jantung Intervensi selayaknya di negara maju sesuai dengan himbauan presiden Jokowi untuk memulihkan devisa negara dengan mengurangi jumlah pasien jantung yang berobat keluar negeri.

Review : dr. Dasaad Mulijono,MBBS(Hons),FIHA,FIMSANZ,FRACGP

Penyakit Jantung Koroner

Penyakit  Jantung Koroner atau PJK merupakan penyebab kematian utama di kota-kota besar.  Jumlah pasien semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyebab PJK adalah penumpukan lemak pada  dinding  pembuluh  darah  koroner,  yakni  pembuluh  darah  yang  memberikan  makan  pada  otot jantung. Jika pembuluh darah tersebut tersumbat maka penderita dapat terkena serangan jantung atau yang sering kita sebut heart attack yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Gejala kilinis dari serangan jantung adalah nyeri dada yang disertai dengan penjalaran ke tangan kiri, pasien berkeringat,  sesak atau merasa seperti mau pingsan. Namun perlu diketahui bahwa 50% dari pasienmempunyai  keluhan  yang  tidak  khas.  Oleh  karena  itu,  jika  pasien  kurang  yakin  akan  gejala  yang dialaminya, untuk memastikannya maka pasien perlu memeriksakan diri ke Rumah Sakit agar diperiksa oleh dokter  Ahli Jantung yang berpengalaman. Sebab jika salah duga atau penanganannya terlambat maka akan berakibat fatal.

Faktor  resiko penyakit  jantung koroner dibagi  menjadi dua, yaitu:  yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah.  Adapun faktor resiko yang tidak dapat  diubah diantaranya :  memiliki  riwayat penyakit  jantung koroner,  usia diatas  50 tahun, ada keluarga  (yang ada hubungan  darah)  yang menderita penyakit  jantung koroner  atau stroke,  laki-laki,  wanita  yang telah menopause,  kesukuan.  Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah diantaranya: merokok, kadar kolesterol total dan LDL yang tinggi,  kadar kolesterol HDL yang rendah, tekanan darah tinggi (Hipertensi), diabetes, obesitas, stress,kepribadian  negatif,  rasa  takut,  cemas,  kurang  olahraga,  faktor  dalam  darah  seperti  kenaikan asam  urat,fibrinogen,  agregasi  trombosit,  peningkatan homosistein,  Apo  B  dan  Lp(a)  yang  meningkat  dan  Apo  A1  yang menurun. Serangan jantung koroner dapat dicegah dengan deteksi secara dini dan perubahan gaya hidup yang sehat.

Ada beberapa  pemeriksaan  yang  dapat  dilakukan  untuk  mendeteksi  adanya  sumbatan  pembuluh  darahcoroner. Pemeriksaan sederhana seperti EKG dan treadmill dengan tingkat keakuratan 50%. Pemeriksaan yang lebih canggihdengan mesin MS-CT dengan tingkat keakuratan 90%. Adapun pemeriksaan Gold-Standard adalahkateterisasi Jantung. Pemeriksaan kateterisasi jantung merupakan teknik yang terbaik dan terakurat untuk mendeteksi adanya sumbatan  di  pembuluh  darah  koroner.  Keakuratan  pemeriksaan ini hamper mencapai 100%. Kateterisasi jantungdilakukan  oleh  seorang  dokter  spesialis  jantung  yang  mempunyai  pendidikan  tambahan  di  bidang subspesialisasi intervensi. Alat yang digunakan adalah mesin angiografi. Melalui selang kecil yang dimasukkan melalui pembuluh darah di tangan (radial/ brakial) atau dipaha (femoral) dengan anestesi local dan rasa sakit yang sangat minim. Kemudian dilakukan injeksi dengan zat kontras, sehingga  dapat dilakukan pengambilan gambar yang menyerupai  gambar x-ray.  Tindakan ini hanya  membutuhkan  waktu  10-15  menit  saja.  Sesudahnya pasien  dapat  mengetahui  keadaan  pembuluh  darah koronernya saat itu juga. Letaknya sumbatan, derajatnya dan banyaknya sumbatan dapat diketahui dengan pasti. Dari hasil katerisasi maka dapat  diputuskan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil kateterisasi  kemudian akan direkam dalam kepingan  CD sehingga  dapat  diberikan kepada pasien. Hasil ini dapat dilihat dikomputer PC atau laptop di rumah. Tindakan katerisasi jantung dianggap  tidak beresiko. Setelah mengetahui hasil dari kateterisasi maka dokter jantung saudara akan memutuskan tindakan apa selanjutnya yang perlu dilakukan. Ada tiga kemungkinan  tindakan  yang  perlu  dilakukan. Kemungkinan pertama pasien  hanya  meneruskan pengobatan medis yakni jika sumbatan di pembuluh koronernya masih dibawah 60%. Kemungkinan kedua disarankan melakukan tindakan intervensi atau PCI (Percutaneous Coronary Intervension) yakni melebarkan pembuluh darah yang tersumbat dengan  balon dan dilanjutkan dengan  pemasangan  cincin/stent. Kemungkinan ketiga adalah yang saat ini sudah jarang dilakukan yakni tindakan operasi bypass. Untuk lebih jelasnya maka dokter jantung yang anda percayai akan menjelaskan lebih lanjut kasus kasus mana yang dapat dilakukan PCI dan kasus kasus mana yang harus dilanjutkan dengan bypass.

Apa itu Penyakit Jantung Koroner?

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama di kota-kota besar. Jumlah pasien yang dikarenakan penyakit ini pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah koroner, yakni pembuluh darah yang memberikan makan pada otot jantung. Jika pembuluh darah koroner ini menyumbat maka penderita akan terkena serangan jantung (heart attact) yang dapat menyebabkan kematian. Gejala dari serangan jantung adalah nyeri dada yang sering disertai dengan penjalaran tangan kiri, pasien berkeringat, sesak atau merasa mau pingsan. Namun demikian perlu diketahui bahwa 50% dari pasien mempunyai keluhan yang tidak khas. Oleh sebab itu, jika pasien kurang yakin akan gejala yang dialaminya, untuk memastikan maka pasien perlu memeriksakan diri ke Rumah Sakit agar diperiksa oleh dokter Ahli Jantung yang berpengalaman. Sebab jika salah duga akan berakibat fatal.

Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah koroner, yakni pembuluh darah yang memberikan makan pada otot jantung.

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendekteksi adanya sumbatan dipembuluh darah koroner. Dari alat yang sederhana seperti EKG dan Treadmill sampai alat yang canggih yaitu MS-CT dan pemeriksaan gold-standard yaitu KATETERISASI JANTUNG. Gold standard artinya teknik yang diakui oleh dunia internasional sebagai teknik yang terbaik dan terakurat untuk mendekteksi adanya sumbatan di pembuluh darah koroner (keakuratan mencapai hampir 100%).

Kateterisasi Jantung adalah tindakan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya penyumbatan di pembuluh darah koroner jantung dengan tingkat keakuratan tertinggi (Gold Standard).

Prosedur dilakukan oleh dokter spesialis jantung yang mempunyai pendidikan tambahan dibidang subspesialis intervensi. Alat yang digunakan adalah mesin angiografi. Setelah selang kecil dimasuk -kan melalaui pembuluh darah di tangan (radial atau brakial) atau di paha (femoral) maka dilakukan pemberian zat kontras, sehingga dapat dilakukan pengambilan gambar yang menyerupai gambar X-ray.

Tindakan hanya membutuhkan waktu 10-15 menit saja. Pasien dapat mengetahui keadaan pembuluh darah koronernya saat itu juga. Detail letaknya sumbatan, derajatnya dan banyaknya sumbatan. Dari hasil kateterisasi dapat diketahui dengan pasti sehingga dapat diputuskan tindakan yang dilakukan selanjutnya yakni dengan balonisasi/pemasangan stent atau tindakan operasi bypass jantung. Hasil dari tindakan kateterisasi kemudian direkam dalam kepingan CD sehingga dapat diberikan kepada pasien. Rekaman CD tersebut dapat dilihat oleh pasien dengan mengunakan komputer pc ataupun laptop di rumah.