Apakah anak Anda mengalami kesulitan memahami pelajaran di sekolah, padahal dia sudah mengikuti dan mendengarkan penjelasan guru di kelas?
Apakah anak Anda kerap memperoleh nilai di bawah rata-rata meskipun ia sudah belajar giat dan bersungguh-sungguh di rumah?
Apakah anak Anda seringkali kesulitan dalam mengikuti instruksi atau petunjuk yang memiliki banyak langkah?
MUNGKIN anak Anda seorang SLOW LEARNER
Slow Learner adalah seorang yang memiliki prestasi rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi ia bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ-nya antara 70 – 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007).
Seorang slow learner membutuhkan lebih banyak waktu dan lebih banyak pengulangan untuk dapat memahami konsep-konsep baru. Ia memiliki daya tangkap yang lebih lambat dibandingkan rata-rata orang seusianya sehingga memerlukan pertolongan ekstra untuk dapat berhasil.
Karakteristik slow learner :
- Berfungsinya kemampuan kognisi, namun di bawah rata-rata. Kondisi ini membuatnya mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir.
- Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6
- Daya tangkap terhadap pelajaran lambat
- Pernah tidak naik kelas
- Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman seusianya
- Cenderung kesulitan dalam mengikuti petunjuk yang memiliki banyak langkah / kompleks
- Memiliki self image yang buruk (pemalu, pendiam, kurang percaya diri, menarik diri dari lingkungan sosial) sehingga mengalami kesulitan dalam berteman
- Memiliki daya ingat yang memadai, namun lambat dalam mengingat
- Menguasai suatu keterampilan dengan lambat, dan untuk beberapa kemampuan bahkan tidak dapat dikuasai
- Terbatasnya kemampuan koordinasi (seperti olahraga, menggunakan alat tulis atau mengenakan pakaian)
Tantangan slow learner
- Memiliki kesulitan dengan pola pikir atau penalaran yang lebih kompleks.
- Kesulitan dalam mempelajari dan memahami konsep-konsep baru. Hal ini akan menjadi semakin sulit, bila mayoritas kelas sudah menguasai konsep tersebut dan guru melanjutkan materi pengajaran. Sementara anak dengan slow learner membutuhkan lebih banyak waktu. Kondisi tersebut membuat anak cenderung mudah cemas, memiliki konsep diri yang rendah dan mudah menyerah. Anak seringkali merasa dirinya ‘bodoh’ dan mulai membenci sekolah karena sepanjang hari berada di sekolah melakukan sesuatu yang sulit baginya.
Anak yang lambat belajar atau slow learner kerapkali tidak terdeteksi karena mereka bukanlah anak yang tidak mampu atau mengalami kesulitan belajar, serta tidak menunjukkan adanya kelainan pada perkembangannya seperti yang dapat terdeteksi pada anak dengan keterbelakangan mental. Oleh karena itu, mereka tidak mendapatkan pendidikan khusus. Akan tetapi, mereka mengalami kesulitan ketika berada di sekolah biasa atau formal. Untuk itu, dibutuhkan deteksi dini agar kondisi anak dapat segera diketahui sehingga ia mendapatkan penanganan dan pertolongan yang tepat. Pemeriksaan tes Inteligensi (IQ) dapat dilakukan untuk mendeteksi anak dengan slow learner.
Berikut adalah tips bagi orang tua dengan anak slow learner:
- Pengulangan secara terus menerus. Materi yang sedang dipelajari diulang-ulang sebanyak 3-5 kali. Dibutuhkan penguatan kembali melalui kegiatan praktek atau yang familiar, untuk dapat membantu proses generalisasi.
- Berikan instruksi secara lebih sederhana dan secara bertahap.
- Beri dukungan dan penguatan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat membuat anak mengalami keberhasilan.
- Ajarkan strategi belajar yang efektif dan efisien.
- Ikut sertakan dalam kegiatan tutorial di sekolah (peer tutoring) atau privat. Hal ini bukan untuk meningkatkan prestasinya, namun agar anak optimis terhadap kemampuannya dan memberinya harapan yang realistik dan dapat dicapai.
- Ajarkan konsep-konsep yang penting dan abaikan detil-detil yang kurang penting.
- Bantu anak memiliki pemahaman dasar mengenai konsep baru dan tidak menuntutnya untuk menghafal materi dan fakta yang tidak berarti baginya.
- Gunakan alat peraga dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan anak dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
- Tidak memaksa anak untuk bersaing atau berkompetisi dengan anak yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Melainkan ajak anak untuk belajar dengan bekerjasama sehingga dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi yang berprestasi maupun yang tidak.